Peneliti UIN SATU Ungkap Kesenjangan Mencolok Antara Hufazh di Tulungagung dan Inggris pada AICIS+ 2025

Kontributor:

20251031 Peneliti UIN SATU Ungkap Kesenjangan Mencolok Antara Hufazh di Tulungagung dan Inggris dalam AICIS Plus 2025 edit

Depok—Di tengah megahnya forum AICIS+ 2025 (Annual International Conference on Islamic Studies) yang digelar di kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Kamis (31/10), satu presentasi dari peneliti UIN Sayyid Ali Rahmatullah (UIN SATU) Tulungagung mencuri perhatian peserta. Ahmad Natsir, peneliti muda yang meneliti dunia para huffaz—penghafal Al-Qur’an—mengungkap fakta kontras antara kehidupan mereka di Inggris dan di kampung halamannya sendiri, Tulungagung, Jawa Timur.

“Makalah ini bertujuan untuk menganalisis kontras yang mencolok dalam pengakuan sosial dan status ekonomi,” ujar Natsir membuka presentasinya.

Lewat penelitian kualitatif etnografis yang digarap selama beberapa bulan, Natsir membandingkan kehidupan huffaz di Inggris—yang menurut studi Bill Gent disebut sebagai ‘Olympian tersembunyi’ karena status sosialnya tinggi—dengan huffaz di Tulungagung yang justru kerap bergulat dengan ketidakpastian ekonomi.

20251031 Peneliti UIN SATU Ungkap Kesenjangan Mencolok Antara Hufazh di Tulungagung dan Inggris dalam AICIS Plus 2025 01

“Meskipun hafalan Al-Qur’an sangat dihormati di masyarakat Indonesia, gelar hafizh tidak selalu berarti kesejahteraan,” jelasnya. Dalam penelitiannya, ia menemukan banyak penghafal Al-Qur’an di Tulungagung yang hidup dengan dukungan kelembagaan minim, pengakuan publik terbatas, bahkan tekanan psikologis karena kesenjangan antara harapan sosial dan realitas hidup mereka.

“Saya berargumen bahwa status keagamaan dan pencapaian spiritual tidak secara inheren menjamin peningkatan sosial atau kemakmuran materi,” lanjut Natsir.

Ia menyebut metafora “Olimpiade” yang digunakan Gent perlu dikaji ulang. Di Tulungagung, para atlet spiritual ini lebih sering berjuang dalam diam daripada berdiri di podium.

Penelitiannya pun menuai perhatian para panelis. Prof. H. Ridwan, Rektor UIN KH Saifuddin Zuhri (UIN SAIZU) Purwokerto, menilai bahwa aspek dukungan pemerintah juga perlu diakomodasi. “Saat ini, sebenarnya sudah ada fasilitas dari pemerintah, seperti program beasiswa bagi para penghafal Al-Qur’an,” ujarnya.

Sementara itu, Prof. Abdurrahman Kasdi dari UIN Kudus memberikan catatan kritis. Ia menyarankan agar penelitian Natsir juga mengkaji apakah ada korelasi nyata antara kemampuan menghafal Al-Qur’an dan kondisi ekonomi seseorang. Meski begitu, presentasi Natsir mendapat apresiasi dari banyak peserta karena menyoroti realitas sosial yang jarang dibahas secara terbuka. Penelitiannya dinilai membuka ruang refleksi baru: bagaimana penghargaan terhadap para huffaz bisa melampaui sekadar simbolisme, menuju penguatan kesejahteraan dan pengakuan yang lebih konkret.(*)

20251031 AICIS Plus 2025 Peneliti UIN SATU Ungkap Peran Keuangan Syariah dalam Dorong Transformasi Teknologi dan Pemerataan Industri 01
Editor: Ulil Abshor
Photographer: Muhlasin
Skip to content