Tulungagung — Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah (UIN SATU) Tulungagung menjadi tuan rumah Halaqah Penguatan Pendirian Direktorat Jenderal Pesantren bersama Kementerian Agama RI, mengusung tema “Peran Strategis Pesantren dalam Pembentukan Karakter Bangsa melalui Pendidikan Agama yang Moderat dan Inklusif.”
Kegiatan yang digelar pada 19 November 2025 ini dihadiri oleh Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PDPontren) Kemenag RI, Dr. H. Basnang Said, M.Ag., Kakanwil Kemenag Jawa Timur, KH. Abdulloh Kafabihi Machrus, KH. Athoillah S. Anwar (Pengasuh PP Lirboyo), para Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Tulungagung dan kabupaten sekitar, serta para pengasuh pesantren se-Tulungagung.
Dalam paparannya, KH. Abdulloh Kafabihi Machrus menegaskan bahwa moderasi beragama merupakan pilar penting dalam menjaga persatuan bangsa di tengah kemajemukan Indonesia. Moderasi, menurutnya, adalah ajaran dasar Islam yang menuntun umat untuk bersikap seimbang, adil, dan menghargai perbedaan.
“Moderasi beragama itu adalah jalan tengah yang diajarkan Islam. Bukan mengurangi agama, bukan pula berlebihan,” ujarnya .
Ia menekankan bahwa ekstremisme dapat memicu gesekan sosial, sehingga penguatan moderasi perlu terus dilakukan melalui pendidikan, dakwah, dan pembinaan komunitas. Pesantren, lanjutnya, merupakan institusi yang sejak dahulu menumbuhkan prinsip moderasi melalui perpaduan ilmu agama, tradisi lokal, dan kecintaan pada tanah air.
Sementara itu, KH. Athoillah S. Anwar menekankan pentingnya inklusivitas dalam pendidikan Islam sebagai fondasi peradaban yang berkeadaban dan ramah keberagaman. Baginya, inklusivitas adalah ajaran dasar para ulama yang menempatkan manusia sebagai subjek pembelajaran tanpa sekat.
“Inklusif itu bukan pilihan, melainkan ajaran dasar dalam tradisi keilmuan Islam. Ruang pendidikan harus menjadi ruang yang memuliakan manusia, apa pun latar belakangnya,” tegasnya .
Ia menegaskan bahwa pesantren harus menjadi rumah bagi siapa saja yang ingin belajar, sekaligus menjadi inspirasi bagi sistem pendidikan nasional dalam merawat keberagaman dan menolak segala bentuk diskriminasi.
“Kalau kita ingin peradaban yang maju dan berkeadaban, pendidikan Islam harus berani membuka diri. Tidak boleh ada ruang untuk diskriminasi,” tambahnya . Halaqah ini menegaskan kembali peran strategis pesantren sebagai pusat pendidikan Islam yang moderat sekaligus inklusif. Melalui pandangan para ulama dan dukungan pemerintah, pesantren diharapkan mampu memperkuat karakter bangsa yang toleran, humanis, dan berkeadaban di tengah dinamika kehidupan berbangsa.
