Tulungagung—Memasuki hari ketiga pelaksanaan Pelatihan Moderasi Beragama dan Internalisasi Ekoteologi 2025 yang digelar oleh Kementerian Agama, pada Jumat, 21 November 2025, peserta mendapatkan materi strategis dari Prof. Dr. H. Muhammad Ali Ramdhani, S.TP., M.T., selaku Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kemenag RI.
Dalam paparan berjudul “Penyusunan Policy Brief dan Rekomendasi Kebijakan Penguatan Moderasi Beragama serta Ekoteologi”, Prof. Ali Ramdhani (akrab disapa Prof. Dhani) menekankan bahwa kebijakan yang efektif harus dibangun atas dasar analisis data lapangan yang kuat dan pemetaan kebutuhan strategis masyarakat. Menurutnya, rekomendasi kebijakan harus dirumuskan secara aplikatif dan relevan, agar dapat menjawab tantangan lintas sektor.
“Moderasi beragama dan ekoteologi harus diterjemahkan ke dalam kebijakan nyata. Policy brief menjadi instrumen penting yang memastikan ide-ide strategis dapat diimplementasikan oleh pemerintah dan lembaga pendidikan,” tegas Prof. Dhani.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai moderasi beragama dengan prinsip ekoteologi agar kebijakan tidak hanya memperkuat kerukunan sosial, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Menurutnya, tanpa perumusan kebijakan yang berpihak pada bumi dan manusia secara bersamaan, gerakan moderasi beragama bisa kehilangan dimensi ekologi yang sangat krusial.
Pelatihan Moderasi Beragama dan Internalisasi Ekoteologi yang diadakan oleh Kemenag ini menjadi wahana strategis untuk membekali para peserta — yang mungkin terdiri dari pengelola lembaga keagamaan, pendidik, ASN, dan tokoh masyarakat — dengan pemahaman kebijakan, metodologi penyusunan policy brief, dan rekomendasi kebijakan. Keikutsertaan Prof. Dhani sebagai narasumber utama menegaskan betapa serius Kemenag melalui BMBPSDM menempatkan moderasi beragama dan ekoteologi sebagai bagian penting dari agenda pembangunan SDM keagamaan dan keberlanjutan.
Dengan materi yang aplikatif dan fokus pada hasil nyata, diharapkan peserta pelatihan dapat menjadi penggerak kebijakan dan agen perubahan di daerahnya masing-masing — mengusulkan kebijakan yang memperkuat toleransi beragama sekaligus mempromosikan kepedulian terhadap lingkungan.
Sebagai penutup, Prof. Dhani menyampaikan ajakan kolaboratif kepada Kemenag, Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKIN), dan elemen masyarakat untuk memperkuat kerja sama demi memperkokoh gerakan moderasi beragama dan ekoteologi di Indonesia. Ia berharap pelatihan seperti ini dapat melahirkan penggerak moderasi beragama yang kompeten, visioner, dan mampu menyusun kebijakan yang mendukung keberagaman, harmoni, dan keberlanjutan lingkungan.
