Tulungagung — Sebanyak 60 peserta Pelatihan Moderasi Beragama dan Internalisasi Ekoteologi yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi Penyelenggara (PTP) UIN Sayyid Ali Rahmatullah (UIN SATU) Tulungagung mengikuti studi lapangan ke fasilitas pengolahan sampah Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, serta Pondok Pesantren Manbaul Hikam, Jatirejo, Diwek, Jombang pada Senin (24/11/2025). Kegiatan ini dirancang untuk meningkatkan pemahaman peserta tentang pentingnya pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Di Pondok Pesantren Lirboyo, para peserta disambut oleh pengurus pondok yang memaparkan sistem pengolahan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan. Sistem ini juga melibatkan masyarakat sekitar dalam proses pengelolaannya. Para peserta diajak melihat langsung alur pengolahan sampah mulai dari pemilahan, pengolahan hingga pengiriman sampah anorganik. Setiap hari, pondok tersebut mengirim sekitar 4 ton sampah cacah dan non-cacah ke pabrik pengolahan.
Kehadiran para peserta juga disambut langsung oleh salah satu pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, KH. Abdulloh Kafabihi Mahrus. Ia menyampaikan harapannya agar kegiatan ini mampu memperkuat kesadaran peserta mengenai pentingnya menjaga lingkungan sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan keagamaan.
“Kami berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran dan pengetahuan peserta tentang pentingnya pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, yang menjadi tanggung jawab semua orang termasuk para tokoh agama,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya peran peserta dalam meneruskan upaya pelestarian lingkungan di masyarakat, baik melalui penyuluhan, kampanye, maupun gerakan pengolahan sampah. Menurutnya, kerusakan lingkungan yang terjadi pada dasarnya berasal dari ulah manusia, sehingga kesadaran ekologis perlu terus ditanamkan.
Sementara itu, sebagian peserta melakukan kunjungan ke Pondok Pesantren Mambaul Hikam, Jatirejo, Diwek, Jombang—pesantren yang dikenal sebagai ruang perjumpaan lintas iman. Pesantren ini kerap mendapat kunjungan tamu dari berbagai lembaga, di antaranya mahasiswa dan dosen Ateneo de Manila University (Filipina), Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, hingga perwakilan Sinode GKJW Malang. Mereka datang untuk belajar tentang praktik toleransi, kebhinekaan, serta pelestarian lingkungan yang digerakkan oleh komunitas pesantren.
Dalam kesempatan tersebut, para santri menampilkan berbagai karya inovatif berbahan dasar limbah, seperti mens pad atau pembalut ramah lingkungan yang dapat dicuci ulang, bros dari plastik bekas, eco brick, aromaterapi dari minyak jelantah, serta sabun berbahan minyak jelantah dan eco-enzim. Suasana kunjungan semakin meriah dengan penampilan kolaborasi hadrah dan alat musik Tionghoa yang biasa digunakan dalam pertunjukan Wayang Potehi. Para santri juga menyanyikan lagu Syubbanul Wathan sebagai bentuk ekspresi keberagaman budaya.
Kegiatan studi lapangan ditutup dengan ziarah ke makam KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Presiden ke-4 RI dan tokoh pluralisme Indonesia, di kompleks pemakaman Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.
Dalam kesempatan terpisah, Rektor UIN SATU Tulungagung, Prof. H. Abd. Aziz, menyampaikan bahwa pelatihan moderasi beragama dan internalisasi ekoteologi ini merupakan mandat dari Kementerian Agama kepada UIN SATU sebagai salah satu perguruan tinggi penyelenggara. Ia berharap hasil pelatihan dapat mendorong peserta untuk menghadirkan aksi nyata dalam kehidupan sosial.
“Apresiasi yang setinggi-tingginya kami sampaikan kepada Kemenag atas inisiasi kegiatan ini. Semoga nilai-nilai yang dipelajari dapat tertanam dalam diri kita dan diwujudkan dalam tugas kemanusiaan,” ujarnya.
Rektor menambahkan, sekecil apa pun aksi nyata dalam menjaga lingkungan sangat penting untuk menyeimbangkan arus dehumanisasi yang muncul dari kehidupan modern yang eksploitatif dan kerap mengabaikan alam. Menurutnya, inilah inti dari internalisasi ekoteologi yang perlu diperjuangkan oleh seluruh umat beragama.(*)
