Dosen IAIN Tulungagung Ikuti PIES di Australia

Kontributor:

(Tulungagung) Salah seorang dosen IAIN Tulungagung kembali mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program belajar di luar negeri. Adalah M. Muntahibun Nafis, M.Ag. dosen Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah IAIN Tulungagung yang mendapatkan kesempatan itu. Program yang diikuti Pak Nafis—panggilan akrabnya—adalah PIES atau Partnership in Islamic Education Scholarship. Sebuah program yang terselenggara atas kerjasama DIktis Kementerian Agama RI dengan Pemerintah Australia.
Ketika dikonfirmasi, Nafis yang sudah hampir 3 minggu lebih berada di Negeri Kanguru menjelaskan, bahwa dia dapat mengikuti program tersebut setelah lulus seleksi ketat yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI. Mahasiswa S3 UIN Sunan Kalijaga ini adalah salah satu dari 6 peserta yang berhasil lolos untuk mengikuti program tersebut.

Selain Nafis, ada 5 lagi peserta yang masing-masing berasal dari UIN Sunan Ampel Surabaya, UIN Alaudin Makassar, IAIN Raden Intan Bandar Lampung, STAIN Palopo, STAI Al-Hikmah Sumatera Utara.

“PIES ini adalah program kerjasama Kementerian Agama RI dalam hal ini Diktis dengan Pemerintah Australia dalam hal ini Australian National University atau ANU. Beasiswa diberikan sepenuhnya oleh pemerintah Australia. Durasinya satu tahun atau dua semester. Adapun pesertanya adalah mahasiswa S3 atau program doktor, khususnya yang berasal dari wilayah timur Indonesia” terang Nafis.
Perlu diketahui bahwa ANU merupakan salah satu universitas terbaik sampai saat ini di Australia dan memiliki rangking ke-25 di dunia. Sehingga bagi dosen IAIN Tulungagung tersebut program ini adalah kesempatan baik untuk mendapatkan pengalaman yang nantinya akan memberikan manfaat bagi perkembangan keilmuan di IAIN Tulungagung.
Lebih lanjut, Nafis menjelaskan bahwa program tersebut berupa training research. Jadi yang menjadi inti dari beasiswa ini adalah dalam rangka membantu mahasiswa S-3 untuk menyelesaikan disertasinya dengan berkonsultasi kepada supervisor yang expert di bidangnya masing-masing. Dan supervisor di ANU adalah expert di dalam Kajian Islam Indonesia.
“Makanya sebelum berangkat ke Australia, peserta diberi bekal beberapa hal, yakni kursus Bahasa Inggris di IALF Jakarta selama dua bulan, terkhusus cross culture-nya. Dan sesampai di Australia kemudian juga dibekali lagi dengan writing skill selama tiga minggu di awal program”, lanjut Nafis.
Sementara itu disinggung mengenai aktivitas selama di Australia, Nafis memaparkan bahwa, dalam program tersebut peserta melakukan presentasi di beberapa Universitas di berbagai kota di Australia seperti, Sydney, Melbourne, Canberra dan beberapa kota yang lain. Sehingga ini juga merupakan kesempatan baik untuk mempromosikan keberadaan IAIN Tulungagung di dunia internasional dalam berbagai kesempatan.
Setelah berada di ANU beberapa hari, muncul beberapa harapan dari Nafis kepada civitas akademika di IAIN Tulungagung. Dia berharap Bapak Rektor IAIN Tulungagung untuk benar-benar serius menjalin network dengan universitas-universitas di luar negeri sedini mungkin. Karena untuk menuju kampus berskala internasional syarat utama tiada lain adalah networking.
“Harapan berikutnya, kepada seluruh dosen untuk tidak takut dan malu mencoba apply beasiswa apapun. Sedangkan untuk mahasiswa, bekali diri dengan bahasa, utamanya Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Karena kedua bahasa tersebut merupakan kunci ilmu dan peradaban saat ini”, pungkas pria kelahiran Kota Keripik Tempe Trenggalek ini.

Skip to content