Undang LIPI dan Wabup Trenggalek, HMJ-ES Gelar Seminar Ekonomi Kerakyatan

Kontributor:

Tulungagung –Mengundang Deputi Bidang Pengkajian dan Materi, Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Anas Saidi dan Wakil Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Syariah (HMJ-ES) IAIN Tulungagung menggelar Seminar Ekonomi Kerakyatan. Acara tersebut digelar di Aula Lantai 6 Gedung KH Saifuddin Zuhri IAIN Tulungagung pada Kamis Pagi (16/11/2017).

Rektor IAIN Tulungagung, Maftukhin, dalam sambutannya saat membuka acara tersebut mengatakan, bahwa penting bagi para mahasiswa terutama dari jurusan Ekonomi Syariah untuk mengenal wacana Ekonomi Kerakyatan. Tentu saja diharapkan juga mampu untuk mengaplikasikannya jika sudah terjun di masyarakat luas.

Menurut Rektor, idealnya seorang alumni jurusan ekonomi nantinya harus mampu untuk mengembangkan dirinya dalam hal ekonomi. Tidak hanya sebagai pekerja atau karyawan, tapi diharapkan lebih dari itu, yakni mampu untuk menciptakan lapangan kerja sendiri atau bahkan untuk orang lain yang ada di sekitarnya.

“Jangan sampai seperti seorang sarjana teknik mesin yang bisa membongkar mesin tapi gak bisa masang, atau dokter yang mengoperasi mengeluarkan bayi tapi justru meninggalkan gunting di perut ibunya. Artinya jangan sampai alumni jurusan Ekonomi Syariah justru menjadi orang yang termiskin di dunia,” kata Rektor.

Lebih lanjut, Rektor menghimbau kepada para mahasiswa IAIN Tulungagung, terutama jurusan Ekonomi Syariah, untuk belajar dengan baik, termasuk juga mengikuti forum-forum kajian sebagaimana yang diselenggarakan tersebut serta juga harus bisa meningkatkan kreatifitasnya dalam kewirausahaan.

Pada acara seminar, Anas Saidi sebagai narasumber pertama dalam prolognya mengatakan, bahwa Bung Karno pernah menyatakan komunisme itu tidak bicara ketuhanan, sedangkan kapitalisme tidak bicara keadilan sosial, sementara Pancasila bicara keduanya dan menjadi konsensus atas kedua hal tersebut. Menurut Anas, meskipun demikian, ternyata bangsa Indonesia dengan Pancasila masih berkutat dengan urusan kemiskinan.

“Dalam keadilan sosial kita belum mendapatkan kerangka yang ideal. Masih ada yang namanya kesenjangan,” kata Anas.

Anas menyebutkan bahwa, dari data yang ada kemiskinan sebesar 10,3 persen dari jumlah penduduk total sekarang ini. Dan hanya menurunkan 0,8 persen dari sebelumnya. Padahal anggaran untuk program penanggulangan kemiskinan cukup besar, termasuk program seperti PNPM Mandiri, PPIP maupun yang lainnya.

Tentang pertumbuhan ekonomi sebesar 0,5 persen, Anas menyebutkan itu tidak berdampak signifikan pada pengurangan angka kemiskinan. Karena pertumbuhan ekonomi sebesar itu hanya berdampak pada sedikit orang. Sehingga menurutnya ada yang salah dengan program pengurangan angka kemiskinan, pun bicara ekonomi kerakyatan ternyata tidak jalan.

Anas menyebut, bahwa angka kemiskinan tidak banyak beranjak berkurang karena minimnya pelibatan masyarakat dalam pembangunan. Menurutnya pembangunan tidak akan berhasil jika tidak melibatkan rakyat secara langsung. Jika masyarakat dilibatkan secara langsung, akan sangat mungkin ini bisa menjadi jalan untuk mereka terentas dari kemiskinan.

“Sebenarnya jika orang miskin itu dididik dan dibina dengan baik akan bisa mengentaskan kemiskinannya sendiri,” kata Anas.

Sementara itu, narasumber kedua, Wakil Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin mengawali materinya dengan bercerita saat-saat susahnya ketika ikut bapak dan ibunya dari Trenggalek pinda ke Surabaya. Bapaknya menjadi tukang becak, dan Ibunya menjadi pembantu rumah tangga. Dia sendiri mulai lulus SD juga harus membantu ekonomi keluarganya dengan berdagang kacang goreng sampai pada akhirnya bapaknya yang merintis usaha berhasil mengenyam kesuksesan.

Sebelum meninggal, bapaknya berpesan untuk kembali ke Trenggalek, supaya tidak hanya bisa sukses sendiri di Surabaya, tapi juga bisa suatu saat memberi makan kepada saudara-saudaranya yang ada di Trenggalek. Akhirnya dia merintis usaha di Trenggalek dan bisa mencapai keberhasilan. Lepas dari kemiskinan dan mencapai titik bali menjadi orang sukses seolah dia merasa teralienasi. Dari sikap masyarakat sekitar seolah dia dibedakan karena dia dianggap orang kaya. Arifin tidak bisa menerima itu, berangkat dari situlah dia menyadari, bahwa menjadi ada jarak antara orang miskin dan kaya.

Berangkat dari kesenjangan yang dia rasakan, akhirnya dia menyadari, bahwa dengan sebuah kesuksesan seharusnya bisa berimbas yang baik kepada orang-orang sekitarnya. Diapun menyebut bahwa bukan ekonomi kerakyatan namanya jiak hanya memperjuangkan daya saing individu dan kelompok.

“Kita tidak bisa menyebut itu ekonomi kerakyatan jika hanya bekerja keras dan memikirkan kekayaan sendiri,” tegas Arifin.

Berangkat dari kesadaran tersebut, Arifin pun terdorong merambah ke dunia politik, karena menurutnya dengan berkiprah di dunia politik, dia tidak sekedar memperjuangkan ekonominya secara pribadi atau kelompok, melainkan lebih luas dan bersifat kedaerahan, dalam hal ini di Kabupaten Trenggalek sebagai Wakil Bupati Trenggalek.

Di akhir prolognya, Anas mengajak kepada para mahasiswa untuk juga bisa mengambil peran dalam ekonomi kerakyatan. Menurutnya, mahasiswa itu punya pena, mahasiswa punya suara dan pemikiran yang bisa memberi masukan kepada para pemegang kebijakan dalam meningkatkan kapasitas ekonomi kerakyatan. Tentu saja untuk keadilan sosial bersama.(humas)

Skip to content