Ngaji Bareng DEMA-I; Menjaga Nasionalisme Ekonomi dalam Bingkai NKRI

Kontributor:

Tulungagung – Senin malam (08/04/2019) Dewan Eksekutif Mahasiswa Institut (DEMA-I) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung menggelar Sholawat dan Ngaji Bareng Mahasiswa Millenial di Parkir Timur Kampus IAIN Tulungagung. Acara tersebut dibuka langsung oleh Rektor IAIN Tulungagung, Maftukhin pada pukul 20.00 WIB.

Mengambil tema Merawat Kemajemukan dan Menjaga Nasionalisme Ekonomi dalam Bingkai NKRI, kegiatan tersebut dipandu oleh Wakil Rektor III, Abad Badruzzaman. Adapun hadir sebagai narasumber antara lain: Ketua Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Ali Maskur Musa, Rektor IAIN Tulungagung, Maftukhin, serta Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam Kemenag RI, Imam Syafi’i.

Ali Maskur Musa selaku narasumber pertama dalam pemaparannya mengatakan bahwa dari hasil riset yang dilakukan oleh Wahid Institut bahwa sebagian besar mahasiswa di perguruan tinggi umum cenderung mengatakan bahwa mereka adalah orang Islam yang ada di Indonesia, bukan orang Indonesia yang beragama Islam.

Ini sedikit dari banyak fakta yang membuktikan bahwa pengakuan terhadap negara dalam hal ini Indonesia pada diri generasi muda mulai terkikis. Mereka para mahasiswa di perguruan tinggi umum cenderung mengakui dan mendukung gerakan Islam transnasional yang cenderung radikal.

Menurut Ali Maskur, gerakan-gerakan tersebut mendukung berdirinya khilafah karena mereka yakin hanya dengan sistem khilafah maka sebuah negara akan sesuai dengan ajaran Islam. Maka dari itu mereka pun di Indonesia tidak mengakui NKRI dan menganggap Pancasila itu toghut serta tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dan pada kenyataannya ini bahaya, karena organisasi-organisasi Islam transnasional seperti ISIS, Al Qaeda, Ikhwanul Muslimin dan semacamanya pada kenyataannya justru sering menimbulkan konflik dan perang di negara-negara Arab.

“Resikonya, kehancuranlah yang mereka dapatkan akibat konflik dan perang yang tak kunjung reda,” kata Ali Makur yang juga mantan Ketua BPK RI ini.

Untuk itu, Ali Maskur Musa mengajak kepada segenap yang hadir, khsususnya para mahasiswa IAIN Tulungagung untuk memiliki pandangan bahwa kita adalah orang Indonesia yang beragama Islam. Karena Islam bukan Arab. Islam itu rahmatal lil alamin. Dia bisa hidup di manapun sebagaimana yang dikembangkan oleh lokalitas masing-masing, termasuk di Indonesia yang meski mayoritas Islam namun memiliki beragam agama.

Ali Maskur juga menyebutkan, bahwa jauh sebelum kemerdekaan, para tokoh pergerakan tidak menghendaki untuk mendirikan negara Islam, melainkan Darussalam, yakni negara yang damai dan bisa menaungi setiap peribadatan dengan baik. Dan perlu diketahui bahwa meskipun Indonesia bukan negara Islam, namun Indonesia merupakan negara yang Islami meski Pancasila sebagai dasar negaranya. Karena Pancasila tidak bertentangan dengan Islam.

Masih menurut Ali Maskur Musa, tidak ada sistem politik baku dalam Islam, namun Islam memahami politik. Dan ada empat nilai dalam paham ahli sunnah wal jama’ah NU yang menjadi syarat bahwa negara itu sesuai dengan ajaran Islam yakni; pemimpin dipilih melalui syuro, sistem negara didasarkan pada nilai keadilan, sistem negara menjamin persamaan dan kesetaraan sesama manusia dan terakhir ketika sistem negara menganut pada haq atau nilai kebenaran.

“Empat nilai tersebut ada dalam Pancasila sehingga sama sekali tidak ada yang bertentangan dengan Pancasila,” kata Ali Maskur menegaskan.

Sebagai narasumber kedua, Rektor IAIN Tulungagung, Maftukhin menyampaikan himbauannya kepada segenap Mahasiswa IAIN Tulungagung untuk berhati-hati dengan adanya paham-paham radikal. Dia juga menegaskan untuk belajar suatu ilmu terutama ilmu agama kepada guru, bukan pada medsos atau youtube belaka, karena belajar tanpa guru bisa tersesat. Rektor juga minta kepada para mahasiswa untuk belajar lebih rajin sehingga bisa ikut andil dalam membangun bangsa Indonesia menjadi lebih baik.

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI (Dirjen Pendis Kemenag RI), Imam Syafi’i selaku narasumber ketiga menjelaskan, bahwa tantangan generasi muda Indonesia saat ini semakin besar. Tidak hanya tantangan dari segi ekonomi, melainkan juga fenomena keberagamaan yang mengarah pada unsur intoleran.

“Selama saya bekerja, saya sudah berkeliling ke banyak negara di dunia ini. Namun tidak ada yang lebih istimewa dari negara kita Indonesia ini. Mulai dari kekayaan alam, keberagaman budaya, luas negara, tidak ada yang sehebat ini.” kata Imam Syafi’i.

Maka dari itu, Imam Syafi’i mengajak segenap generasi bangsa untuk merawat semua itu dan menjauhkan dari ancaman paham-paham radikal yang terbukti telah merusak berbagai bangsa. Salah satu caranya adalah belajar dengan baik dan mengembangkan potensi masing-masing.

“Jangan patah semangat, jangan berkecil hati. Silahkan kalian belajar sebaik-baiknya, dan kami Kementerian Agama dalam hal ini Dirjen Pendis akan memfasilitasi kalian untuk ke jenjang lebih tinggi dengan berbagai beasiswa yang kami sediakan”, kata Imam Syafi’I sebelum mengakhiri pemaparannya.

Setelah pemaparan ketiga narasumber, acarapun diakhiri pada pukul 22.30 WIB dan ditutup denga do’a dan tukar cinderamata antara pihak IAIN Tulungagung dengan narasumber. Turut hadir dalam acara tersebut segenap pejabat dan civitas akademika IAIN Tulungagun dan beberapa tamu undangan. (humas/sin)

Skip to content