Tulungagung—Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjend Pendis) Kementerian Agama RI, Prof Suyitno menyampaikan bahwa program kerja Kementerian Agama harus memiliki impact. Artinya harus ada dampak positif bagi lembaga maupun kepada masyarakat luas. Termasuk program kerja yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. Hal tersebut disampaikannya pada Jum’at (24/01/2025) dalam pengarahannya pada Rapat Kerja Tahun 2025 Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung (UIN SATU Tulungagung) di Lorin Hotel, Karangayar.
Menurut Prof Suyitno, Menag RI, Prof Nasaruddin Umar menyampaikan berkali-kali bahwa pendidikan atau apapun program Kementerian Agama harus menggunakan ukuran impact atau outcome, bukan sekedar output.
“Semua tahu tentang input, proses, output, dan outcome atau impact. Kalau output biasanya yang penting program jalan, lalu WR-2, WD-2, dan Kepala Biro tuntutannya SPJ”, katanya.
Menurut Prof Suyitno, tidak boleh sesederhana itu. Jadi menurutnya setiap lembaga di bawah naungan Kemenag harus betul-betul impact-lah yang menjadi barometer setiap program yang direncanakan.
“Sehingga nanti Pak Rektor mengorkestrasi. Kan kita semua tahu program itu banyak. Maka di antara sekian yang tolok ukurnya adalah impact. Jika di kampus sebagian di LP2M, sebagian di LPM, BLU, Fakultas itu minimal harus punya program yang berdampak minimal 1”, harap Prof Suyitno.

Di bagian lain, Prof Suyitno juga menyinggung bawah salah satu fokus Menag saat ini adalah dalam konteks kerjasama. Menurutnya lembagai di bawah naungan Kemenag sering menghabiskan anggaran besar sekali dalam hal kerjasama. Adanya MoU ke luar negeri itu perjadinnya pasti besar tetapi impactnya kadang tidak jelas.
Masih menurut Prof Suyitno, kerjasama itu tidak hanya sekedar MoU. Menuruntya seringkali seolah-olah kalau sudah tanda tangan MoU sudah selesai. Itu hanya selesai di wilayah administrasi atau output. Impact nyatanya apa, apa kolaborasi riset, dan jangan lupa sebutannya adalah kolaborasi. Kalau dalam dunia music kolaborasi itu dua genre music itu saling mempengaruhi. Dependen dan independent, walakum bainakum.
“Saya seringkali dengar, kerjasa tapi uangnya dari kita, lalu disebut Kerjasama. Itu namanya kita dikerjain. Hati-hati. Jadi kalau uangnya dari kita itu setidaknya narasumbernya ya harus free. Namanya Kerjasama atau kolaborasi itu equal”, katanya.
Di bagian lain Prof Suyitno juga menyoroti tentang sumber daya manusia di Kementerian Agama. Dalam hal ini, dia mengajak membaca tentang yang disebut asta cita yang keempat. Di asta cita yang keempat. Jika melihat hal tersebut maka dosen sebaiknya sudah S-3 karena kalau dosen masih S-2 itu minimalis. Jadi mohon supaya yang S-2 segera menjadi S-3. Beasiswa LPDP kalua dulu hal yang langka dan sulit. Tapi sekarang sudah cukup sangat terbuka dan tidak sulit lagi.
“Artinya siapapun berpeluang dapat beasiswa LPDP. Mau kuliah di mana pun dibayari penuh. Karena SDM menjadi priority dari Pak Presiden dan Mas Wapres dalam poin keempat dari asta cita”, kata Prof Suyitno. Di samping itu, sebelum mengakhiri pengarahannya, Dirjend Pendis juga menyampaikan harapannya supaya riset-riset yang ada di kampus PTKIN bisa menjawab problem-problem dan kebutuhan instansi lain maupun masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Skripsi, thesis, dan disertasi yang dibuat oleh mahasiswa, jangan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan administratif mahasiswa untuk lulus, tapi juga memiliki kontribusi langsung terhadap kemajuan masyarakat.