Bedah Buku Politik Kelas Menengah Muslim Indonesia

Kontributor:

Tulungagung – Selasa Pagi (14/11/2017) Aula Rektorat Lantai 3 IAIN Tulungagung sudah mulai dipadati oleh mahasiswa yang antusias untuk mengikuti acara bedah buku, Politik Kelas Menengah Muslim Indonesia karya peneliti muda Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wasisto Raharjo Jati. Acara yang diselenggarakan oleh LP2M bekerjasama dengan IJIR IAIN Tulungagung itu dihadiri tak kurang dari 70 peserta yang rata-rata berasal dari mahasiswa Jurusan Akidah dan Filsafat Islam (AFI) dari beragam semester.

Acara dimulai dengan sambutan oleh ketua LP2M, Dr. Mashudi, M.Pd.I. Dalam sambutannya, beliau mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yeng telah ikut mensukseskan acara tersebut, terutama Wasisto yang sudah berkenan hadir dari Jakarta. Kemudian, sambutan dilanjutkan oleh Dr. Ngainun Naim, M.H.I., selaku Kapuslit LP2M. Senada dengan yang dikatakan ketua LP2M, Dr. Ngainun Naim juga mengapresiasi atas terselenggaranya acara tersebut, dan berharap akan lebih banyak lagi acara serupa sebagai ikhtiar menggenjot budaya literasi.

Hadir dalam acara tersebut, Direktur IJIR, Akhol Firdaus, M.Pd., selaku pembanding pertama dan editor sekaligus penulis buku, Saiful Mustofa, M.Ag., sebagai pembanding kedua. Wasisto dengan gayanya yang memukau menyampaikan banyak hal menarik tentang buku pertamanya itu. Menurutnya, fenomena kelas menengah Muslim di Indonesia bukanlah sesuatu yang tunggal (singular event) sebab dilatarbelakangi oleh berbagai faktor: ekonomi, sosial, politik dan juga agama. “Munculnya produk-produk berlabel syariah, mulai dari bank syariah, asuransi syariah, hotel syariah, umroh “plus-plus”, hijab syar’i dengan beragam model dan lain sebagainya sesungguhnya merupakan bentuk penegasan eksistensi kelas menengah Muslim, di samping juga bisa disebut sebagai komodifikasi simbol-simbol agama,” kata Wasisto.

 Akhol Firdaus, menyambung dengan penampilan yang tak kalah memukau. Selain mengapresiasi semangat peneliti muda dari LIPI itu, ia memberikan banyak masukan konstruktif atas buku yang diterbitkan oleh LP3ES tersebut.  Menurutnya, meski telah menemukan benih-benih keselarasan antara Islam dan spirit kapitalisme serta ekonomi pasar dengan menggunakan pendekatan Weber, penulis tampaknya menafikan gejala ini sebagai bagian dari konsolidasi kapitalisme dalam menundukan agama yang memiliki dasar-dasar normatif yang lebih condong kepada sosialisme. “Upaya menotalkan diri dengan pendekatan Weberian, telah membuat penulis buku itu lupa menoleh kembali kepada pendekatan kelas dan ekonomi sebagaimana ditawarkan oleh Karl Marx, atau pendekatan ideologi, hegemoni, dan konsolidasi ideologi sebagaimana ditawarkan oleh kalangan Neo-Marxisme,” terang direktur IJIR tersebut.

Dalam kesempatan berikutnya, Saiful Mustofa selaku pembanding kedua justru melihatnya agak berbeda. Baginya, upaya penulis dalam menyuguhkan wacana kelas menengah Muslim—meski bukan yang pertama—telah menyumbangkan khazanah keilmuan yang berharga di tengah dangkalnya nalar beragama. Bahwa betapapun tesis Weber memiliki beberapa kelemahan namun etos kerja dalam tradisi Protestan senyantanya memang selaras dengan agama lain, khusunya Islam. “Dalam Islam pun bekerja dimaknai bukan sekadar aktivitas untuk memenuhi kebutuhan perut semata, melainkan jauh daripada itu, merupakan panggilan dan manifestasi keimanan. Misalnya, umat Muslim diarang untuk berlebihan dalam menggunakan harta, tidak bermalas-malasan dalam bekerja, dsb,” jlentreh pria berkacamata itu.

Selain itu, antusiasme peserta juga luar biasa. Sejak mulai sampai berakhir, tak terlihat satupun peserta yang meninggalkan ruangan. Mereka menyimak dengan saksama hal ihwal yang disampaikan oleh ketiga narasumber dan aktif bertanya saat sesi tanya jawab. Acara tersebut selesai pukul 13.00 WIB, ditutup dengan doa dan sesi foto bersama.(lp2m for humas)

Skip to content