Tulungagung, 29 Oktober 2025 — Nama Prof. Dr. Nasaruddin Umar, M.A., semakin dikenal luas sebagai salah satu tokoh lintas iman yang memiliki pengaruh besar dalam menciptakan jembatan perdamaian dunia. Dedikasinya yang menembus sekat agama, negara, dan budaya menjadikan beliau figur yang layak diajukan sebagai penerima Hadiah Nobel Perdamaian, penghormatan tertinggi bagi sosok yang mengabdikan hidupnya bagi kemanusiaan dan harmoni global.
Sebagai Cendekiawan Muslim bertaraf global, Nasaruddin Umar menempatkan Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi semesta dalam kerangka peradaban masa kini. Pemikirannya tentang Islam yang moderat, ramah, serta terbuka untuk berdialog terus disuarakan di berbagai forum internasional mulai dari Vatikan, Universitas Al-Azhar Mesir, hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ia dikenal bukan hanya berbicara soal dialog lintas agama, tetapi membangunnya melalui tindakan nyata dan persahabatan spiritual di antara pemeluk agama-agama.
Prof. Nasaruddin Umar kerap hadir dalam pertemuan pemimpin-pemimpin agama dunia, termasuk Forum Daring Peace di Vatikan yang digelar oleh Komunitas Sant’Egidio. Di hadapan para kardinal, uskup, dan tokoh agama internasional, ia menegaskan bahwa “persaudaraan tidak dibatasi oleh perbedaan keyakinan.” Kerendahan hati dan ketulusan yang ia tunjukkan, termasuk saat bertemu dengan Paus Fransiskus menjadi bukti nyata bahwa kemanusiaan mampu melampaui batas-batas teologi.
Sebagai seorang intelektual dengan reputasi internasional, ia dikenal bukan hanya melalui pandangan teologisnya yang moderat, tetapi juga lewat karya akademiknya yang berpengaruh. Buku-bukunya tentang gender, tafsir, dan perdamaian menjadi rujukan di berbagai perguruan tinggi dunia. Dalam kapasitasnya sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, ia menghadirkan masjid nasional tersebut sebagai ruang peradaban yang inklusif sebagai tempat bertemunya pemimpin lintas iman, diplomat, dan akademisi dari banyak negara.
Peran itulah yang mengokohkannya sebagai figur pemersatu pemimpin agama internasional, terutama setelah keberhasilannya menggagas Deklarasi Istiqlal pada momen kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia tahun 2024. Deklarasi tersebut menjadi simbol kesepahaman antaragama di Indonesia sekaligus model harmoni bagi dunia sebagai warisan diplomasi spiritual yang mendapat pengakuan luas di kancah global.
Dalam pandangan Nasaruddin Umar, agama seharusnya menjadi kekuatan perdamaian, bukan sumber pertentangan. Dunia, menurutnya, tidak membutuhkan dominasi satu agama atas yang lain, melainkan kerja sama spiritual untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan universal.
Dengan rekam jejak itu, pantas jika Nasaruddin Umar diajukan sebagai penerima Nobel Perdamaian. Ia bukan sekadar tokoh agama, tetapi diplomat moral yang mengirimkan pesan damai dari Indonesia untuk dunia. Dari Jakarta ke Vatikan, dari Al-Azhar hingga New York, suaranya sama: cinta kasih, persaudaraan, dan kemanusiaan adalah bahasa universal manusia.
Sementara itu, Rektor UIN SATU Tulungagung, Prof. Abd. Aziz, menyampaikan bahwa Prof. Nasaruddin Umar adalah figur yang layak didorong sebagai kandidat penerima Nobel Perdamaian. Menurutnya, peran Nasaruddin Umar sebagai ulama moderat dan pejuang kemanusiaan menjadi inspirasi bagi banyak pihak.
“Apresiasi bagi Prof. Nazaruddin Umar, kita dapat melihat bagaimana beliau memperkuat dialog lintas agama, menegakkan nilai inklusivitas, dan menunjukkan wajah Islam sebagai rahmatan lil-‘alamin,” ujar Rektor.
Rektor menegaskan bahwa pengusulan Prof. Nasaruddin Umar sebagai penerima Nobel Perdamaian merupakan langkah yang sangat relevan dengan situasi global saat ini, ketika dunia membutuhkan figur pemersatu, bukan pemecah.
“Jika dunia membutuhkan simbol persaudaraan lintas agama, maka Indonesia telah menunjukkannya melalui Prof. Nasaruddin Umar. Kami mendukung penuh upaya ini, karena beliau telah membuktikan bahwa nilai-nilai kemanusiaan dapat melampaui batas agama, suku, maupun bangsa,” ujar Rektor.
Tak hanya itu, Rektor menambahkan bahwa saat ini dunia memerlukan sosok yang mampu merajut perbedaan antaragama, budaya, dan bangsa, sekaligus menempatkan kemanusiaan sebagai nilai tertinggi.
Sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam dibawah naungan Kementerian Agama, UIN SATU Tulungagung mendukung serta berkomitmen membetuk akademik dan moral untuk menghadirkan Islam yang moderat, damai, dan berkeadaban.
