Kemenag Tegaskan Komitmen Jadikan PTKIN Berkelas Dunia di AICIS+ 2025

Kontributor:

3qzHdidrnX6D3fq10S5cOjqROhyBMqM5vo9JWZUV

Jakarta—Komitmen Kementerian Agama Republik Indonesia untuk menjadikan pendidikan tinggi Islam setara dengan universitas kelas dunia kembali ditegaskan dalam ajang Annual International Conference on Islam, Science, and Society (AICIS+) 2025.

Dalam Forum Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang digelar di sela AICIS+ 2025 pada Rabu (29/10), Kemenag bersama para rektor dan akademisi lintas kampus membahas langkah konkret mendorong PTKIN “go global”. Salah satu fokus utama forum tersebut adalah penguatan program dual degree dan kolaborasi riset internasional dengan universitas ternama dunia.

Salah satu terobosan yang mendapat sorotan besar adalah keberhasilan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) menjalankan program dual degree bersama dua kampus prestisius di Inggris: SOAS University of London dan University of Edinburgh.

Program yang diinisiasi sejak 2021 itu kini telah melahirkan 14 lulusan pertama pada Agustus 2025 — sebuah capaian historis bagi dunia pendidikan tinggi Islam Indonesia.

Mahasiswa peserta program menempuh satu tahun studi di UIII dan satu tahun di kampus mitra Inggris, dengan dukungan The British Council serta pembiayaan dari Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) — kolaborasi antara Kemenag dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

“Ini bukan sekadar pengiriman mahasiswa ke luar negeri, tetapi bentuk investasi jangka panjang untuk melahirkan sarjana muslim Indonesia yang berdaya saing global, berpikir kritis, dan unggul dalam riset,” ujar Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Sahiron.

Kemenag pun membuka peluang kolaborasi lanjutan dengan universitas di Afrika, Timur Tengah, dan Rusia, guna memperluas koneksi keilmuan lintas benua.

“Kita ingin membangun koneksi keilmuan global. Dari Eropa kita pelajari kekuatan riset, dari dunia Islam kita perkuat tradisi pengetahuan dan nilai. Kolaborasi ini akan melahirkan sarjana Islam yang unggul di dua dunia,” ungkap salah satu rektor PTKIN peserta AICIS+ 2025.

Dalam sesi diskusi, Prof. Ayman Syihade dari SOAS University of London menegaskan transformasi paradigma studi Islam di SOAS yang kini berorientasi kritis dan kolaboratif.

“Kami tidak lagi mengajarkan Islam dari jarak pandang luar, tetapi berdialog langsung dengan tradisi dan pemikiran Islam itu sendiri. Kami ingin dunia Islam menjadi pusat pembahasan dalam humaniora global,” jelasnya.

Program MA Islamic Humanities di SOAS dirancang untuk memperkuat kemampuan analisis, penulisan akademik, dan riset mahasiswa muslim dari berbagai negara — termasuk Indonesia.

Kemenag juga menekankan pentingnya program pra-keberangkatan (pre-departure training) untuk mahasiswa peserta dual degree. Melalui pelatihan intensif bahasa Inggris di dalam negeri, mahasiswa kini mampu memenuhi standar minimal IELTS 6.5, syarat utama studi di Inggris.

Selain bagi mahasiswa, SOAS juga membuka kesempatan bagi dosen dan peneliti PTKIN untuk mengikuti program visiting scholar, riset kolaboratif, serta publikasi di jurnal bereputasi internasional seperti Journal of Qur’anic Studies.

Forum rektor dalam AICIS+ 2025 menjadi arena refleksi dan langkah nyata bagi perguruan tinggi Islam Indonesia untuk memperkuat eksistensinya di panggung global.

Kemenag menargetkan agar PTKIN tidak hanya dikenal sebagai pusat studi agama, tetapi juga sebagai pusat riset, inovasi, dan pemikiran Islam modern yang diakui dunia.

“Internasionalisasi pendidikan Islam adalah langkah strategis menuju Indonesia Emas 2045. Kita ingin melahirkan cendekiawan muslim yang mampu berdialog dengan dunia, membawa nilai Islam rahmatan lil ‘alamin dalam konteks global,” ujar salah satu peserta forum.(*)

Editor: Kemenag RI
Photographer: Istimewa
Skip to content