Mengawali Perkuliahan Tahun Akademik 2017-2018 FASIH Gelar Istigotsah dan Studium General

Kontributor:

Tulungagung – Mengawali perkuliahan Tahun Akademik 2017/2018, Senin Pagi (21/08/2017) Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum (FASIH) menyelenggarakan Istighotsah atau do'a bersama dan juga Studium General. Acara yang dihelat di Aula Utama IAIN Tulungagung tersebut dihadiri kurang lebih tiga ratusan mahasiswa lama dan baru FASIH IAIN Tulungagung. Dimulai sekira pukul 09.00 istighotsah dipimpin oleh M. Ali Abdus Shomad, M.Ag, salah satu dosen pengajar di FASIH.

Dalam sambutannya seusai istighotsah dan do’a bersama, Dekan FASIH, H. Asmawi menyampaikan kepada seluruh mahasiswa untuk belajar lebih baik. Menurutnya sebagai kader-kader hukum mereka harus getol menyiapkan diri untuk menjadi pegiat hukum sekaligus generasi bangsa yang baik, yang diharapkan mampu menjaga tegaknya NKRI dari terpaan apapun termasuk gerakan-gerakan radikal yang menyusur di ranah hukum sebagai isunya.

Dekan FASIH juga berharap, dengan adanya studium general dengan tema “Revitalisasi Peran Hukum Islam dalam Menjaga NKRI dan Ideologi Bangsa” mereka bisa maksimal untuk sharing dengan narasumber, yakni KH Abdul Mun’im Soleh dari IAIN Ponorogo.

“Kami yakin narasumber yang kami hadirkan cukup berpengalaman, jadi kalian para mahasiswa silahkan berdiskusi bersama beliau sebaik-baiknya, supaya mendapatkan pengetahuan yang lebih tentang hukum Islam dan seluk-beluknya”, kata H. Asmawi.

Dalam prolognya, KH Abdul Mun’im Soleh menyebutkan, bahwa dalam kehidupan bernegara tidak bisa menghindari politik, karena memang banyak kepentingan dari masing-masing kelompok maupun individu dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki.

“Jangankan untuk mengelola sebuah negara sebesar Indonesia ini, bahkan mengelola Jama’ah Yasin dan Tahlil saja juga perlu politik. Demi terbentuknya ketertataan dan jalannya sebuah organisasi”, kata KH Abdul Mun’im Soleh yang juga adik kandung dari Almarhum KH. M. Abdul Aziz Manshur Pacul Gowang Jombang itu.

Merujuk dari beberapa sumber, KH Abdul Mun’im Soleh menyatakan, munculnya wacana khilafah sebenarnya berangkat dari ketidakpuasan beberapa pihak mengenai problema kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemudian beberapa kalangan menganggap bahwa semua persoalan tersebut jawabannya adalah dengan diterapkannya syari’at Islam. Dan menerapkan syari’at Islam harus dengan khilafah.

Tapi, masih menurut KH Abdul Mun’im Soleh, kita tidak bisa serta-merta mengubah sistem itu. Karena banyak faktor yang harus dipenuhi, misalnya orang-orang yang menjadi bagian dari birokrasi, mental seorang pemimpin yang baik dan beberapa faktor lain sangat mempengaruhi untuk baiknya sebuah negara.

“Jadi jangan anggap mengubah sistem itu sebagai satu-satunya cara yang tepat untuk memperbaiki sebuah negara, karena sebaik apapun sebuah sistem, tanpa komponen pendukung dan personal yang baik, maka semua tetap akan buruk”, terangnya.

KH Abdul Mun’im Soleh juga menjelaskan, bahwa para ulama’ yang menjadi bagian dari pendiri bangsa ini tidak menggunakan khilafah bukan berarti mereka tidak tahu atau tidak mengerti. Menurutnya justru mereka pernah bersinggungan dan pernah pula mencoba memperjuangkannya, tapi dengan berbagai pertimbangan demi kebaikan bangsa ini, justru khilafah ditinggalkan.

“Jelas hal tersebut ada sebab. Ingat umat Islam pernah mencapai kemajuan yang memuaskan ideal Islam saat penerapan khilafah oleh beberapa dinasti, tapi juga pernah mengalami keterpurukan yang menyalahi ideal Islam”, tegasnya.

Sementara itu, mengenai sebuah bentuk negara, dalam sebuah kitab disebutkan bahwa mendirikan negara adalah perintah agama. Namun hal tersebut hanya merupakan isyarat al-nash. Yakni sebuah kewajiban yang melengkapi kewajiban yang lain. Contohnya seandainya kita diperintah oleh orang tua kita untuk memperbaiki genting, tentu berdampak pada beberapa hal, misalnya kita wajib mencari tangga untuk naik ke atap rumah, atau jika kita sedang memakai sarung maka harus ganti celana dan sebagainya.

“Karena hanya isyaratun nash, maka tidak setingkat ibarat al-nash, sehingga kewajibannya tidak setingkat hal-hal i'tiqodi, seperti rukun iman yang jika tidak dipenuhi bisa berdampak pada kekafiran”, kata KH Abdul Mun’im Soleh.

Tidak ada dalam Islam yang menjelaskan sistem pemerintahan tertentu. Hanya ada prinsip-prinsip yang menyatakan bahwa pemimpin untuk tidak imperatif, seperti seorang pemimpin harus adil, seorang pemimpin harus seorang yang dewasa, dan lain-lain.

“Jadi khilafah itu adalah ekspose facto. Tidak ada dalam firman Allah. Khilafah juga bukan jaminan untuk tegaknya syari'ah.” Tegas KH Abdul Mun’im Soleh.

Setelah menyampaikan materinya yang berjudul “Islam, Politik dan Negara; NKRI dan Tawaran Khilafah” tersebut, studium general dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Adapun diskusi berjalan cukup menarik, karena banyak mahasiswa yang bertanya, baik itu tentang hukum Islam, toleransi dan lain-lain hingga diakhiri setelah berjalan kurang lebih dua jam.(humas)

Skip to content