UIN SATU Kukuhkan Guru Besar Ilmu Filsafat Islam

Kontributor:

IMG 1375

Tulungagung—Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung (UIN SATU Tulungagung) kembali mengukuhkan guru besarnya. Kali ini adalah Akhmad Rizqon Khamami yang dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang ilmu Filsafat Islam, pada Selasa (17/10/2023) di Aula Lantai 6 Gedung KH Arief Mustaqiem.

Pengukuhan dilakukan oleh Rektor UIN SATU Tulungagung, Prof. Maftukhin, dan dihadiri oleh sejumlah tamu penting, termasuk Rektor, wakil Rektor, sekretaris senat, serta para pejabat lainnya.

Acara dimulai dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mars UIN SATU Tulungagung, dilanjutkan dengan pembukaan oleh pimpinan sidang UIN SATU Tulungagung, Prof. H. Syamsun Ni’am. Setelah itu, ayat-ayat suci Al-Qur’an dibacakan oleh M. Arif Setiabudi,  mahasiswa Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN SATU, dan diikuti dengan doa yang dipimpin oleh Bapak Nur Cholis.

Usai pembacaan do’a, acara dilanjutkan dengan pembacaan SK Guru Besar oleh Sekretaris Senat UIN SATU Tulungagung, Dr. H Ahmad Muhtadi Ansor, M.Ag., dan pemutaran film dokumenter berjudul “Santri Alas Roban Raih Harapan” yang mengisahkan perjalanan hidup Akhmad Rizqon Khamami hingga mencapai posisi sebagai guru besar.

Dalam pidato pengukuhan tersebut, Akhmad Rizqon Khamami mengemukakan tentang penelitiannya perihal “Pola Baru Beragama Masyarakat Jawa” yang merupakan hasil riset dari pengembangan IJIR.

“Ini adalah hasil riset pengembangan IJIR dan sudah diterbitkan dalam jurnal contempory Islam, ini riset anak-anak IJIR. Ilmuwan pertama yang pernah mengangkat beragamannya orang Jawa adalah Clifford Geertz, ilmuwan dari Amerika,” kata Rizqon, sapaan akrabnya.

Menurutnya, kategori beragama masyarakat jawa mengutip dari Clifford Geertz terbagi menjadi tiga: Pertama, kategori santri, yakni ber-islamnya orang-orang yang rajin ibadah. Kedua, beragamannya orang-orang priyayi. Ketiga, kategori abangan, yakni orang muslim tetapi tidak sholat atau Kejawen.

“Kami dari IJIR melakukan riset ini sebenarnya enggak sengaja karena hasil dari obrolan malam. Jadi suatu itu Pak Maftukhin tengah malam bilang, sekarang itu abangan iku yo NU, jadi gak ada abangan terpisah jaman 50-an, tapi apapun meski itu salah, tapi kalau Profesor yang bilang itu tidak salah, karena suatu kesalahan profesor itu teori baru,” lanjutnya.

Guru Besar ilmu Filsafat Islam menyebut dari hasil risetnya, keberadaan orang abangan hingga kini masih ada, dibuktikan di wilayah Tanggung Blitar dengan tradisi tahlilan.

“Abangan hilang, abangan musnah, ternyata setelah kami riset ditanggung masih ada, karena itu kami membuat mereka bukan abangan, persis seperti kategori yang diberikan oleh Clifford Geertz, tetapi kemudian abangan yang di tanggung gunung adalah abangan yang kata pak rektor, teori pak rektor tadi, adalah anggota NU buktinya Tahlilan,” terang Rizqon, Guru Besar Ilmu Filsafat Islam.

Setelah pidato pengukuhan, acara kemudian dilanjutkan dengan prosesi pengukuhan yang ditandai dengan pengalungan shamir guru besar yang dilakukan secara langsung oleh Rektor UIN SATU Tulungagung, Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag. dan dilanjutkan dengan penyerahan SK Guru Besar.

Rektor UIN SATU Tulungagung seusai prosesi pengukuhan dalam sambutannya mengingatkan kepada Akhmad Rizqon Khamami untuk juga melakukan penelitian terhadap IDI (Ikatan Dukun Indonesia), komunitas masif di kalangan orang Jawa.

“Tolong itu juga diriset di Tulungagung tempatnya dukun, buanyak, dukun santet, dukun bayi, dukun pelaris, dukun sunat, dan itu kelompok yang masif. Mereka bukan abangan, bukan priyayi, tapi mereka ada, hidup, karena itu penting saya sampaikan, soalnya kadang-kadang orang menafikan apa yang ada dan riset itu harus menyampaikan apa yang ada, bukan meniadakan yang ada,” kata Prof. Maftukhin.

Dalam penutupnya, Rektor menyampaikan terima kasih kepada seluruh tamu undangan yang telah meluangkan waktunya untuk datang dalam acara pengukuhan guru besar ini. 

Rapat Senat Terbuka dalam rangka Pengukuhan Guru Besar dalam bidang ilmu Filsafat Islam ini selengkapnya bisa disaksikan di Youtube SATU Televisi.

Editor: Muhlasin
Photographer: Aynur Rohmad Pratama
Skip to content