Undang Sekjend Kemenag, IAIN Tulungagung Selenggarakan Pembinaan ASN

Kontributor:

Tulungagung – Sebagaia acara puncak peringatan Hari Amal Bakti Kementerian Agama RI (HAB Kemenag RI) ke-73, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung menyelenggarakan Pembinaan ASN/Pegawai Kemenag pada Kamis Pagi (10/01/2019) di Aula Lantai 6 Gedung KH Arief Mustaqiem IAIN Tulungagung. Tak tanggung-tanggung, hadir sebagai pemateri adalah Sekretaris Jenderal Kemenag RI, H.M. Nur Kholis Setiawan. Adapun peserta adalah segenap pejabat dan karyawan di IAIN Tulungagun serta seluruh pimpinan satuan kerja Kemenag yang ada di Kabupaten Tulungagung.

Rektor IAIN Tulungagung, Maftukhin, dalam sambutannya menyampaikan terimakasih kepada Sekjend Kemenag yang telah berkenan hadir di IAIN Tulungagung. Rektor mengatakan bahwa kegiatan ini adalah merupakan bagian dari rangkaian kegiatan HAB Kemenag di IAIN Tulungagung di samping pelaksanaan berbagai lomba dan upacara bendera bendera yang diikuti oleh pegawai dan karyawan yang ada di IAIN Tulungagung.

Sekjend Kemenag RI, H.M. Nur Kholis Setiawan dalam ceramahnya mengatakan, bahwa tantangan Kemenag sebagai sebuah kementerian yang menangani urusan keagamaan di Indonesia adalah semakin kompleks. Apalagi gejolak masyarakat dengan mengatasnamakan agama masih saja ada di negeri ini, apalagi di tahun politik seperti saat ini. Isu agama seringkali dikelola sedemikian rupa untuk kepentingan politik pihak tertentu.

Menurut Sekjend, tak hanya persoalan isu agama dalam politik saja, pesatnya perkembangan teknologi juga berdampak pada sendi-sendi sosial keagamaan. Apalagi kalau sudah bicara perkembangan teknologi informasi yang saat ini diistilahkan sebagai era revolusi industri 4.0. Contoh kecil, dari beberapa kasus retaknya sebuah rumah tangga yang berakibat perceraian ternyata adalah dampak dari adanya ponsel. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi Kemenag terutama di satuan kerja yang memiliki kewenangan dalam soal pembinaan pra nikah dan semacamnya.

“Belum lagi soal-soal yang menyangkut dengan gerakan-gerakan radikal yang dilakukan oleh kelompok tertentu,” kata Sekjend.

Untuk menghadapi tantangan tersebut menurut Sekjend, wacana ini bisa dikaitkan dengan bacaan dari ulama terdahulu, dalam hal ini adalah kitab Alfiyah karya Ibnu Malik, seorang ahli Bahasa Arab di abad ke-13. Dalam Alfiyah Ibnu Malik disebutkan pada bait awal setelah muqodimah tentang apa yang disebut dengan kalimat isim atau kata benda yang bisa dimaknai sebagai eksistensi sesuatu. Dan kita bisa belajar dari lima tanda dari kalimat isim tersebut yang antar lain: jar, tanwin, nida’, al atau alif dan lam, serta musnad.

Tentang penanda isim yang pertama yakni jar, menurut Sekjend ini bisa menggambarkan dari sifat tawadhu’. Di manapun seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan dalam situasi apapun harus selalu diwarnai dengan sifat tawadhu’. Karena dengan sifat tawadhu’ akan tercipta saling sungkan antar manusia dan inilah yang menumbuhkan sikap saling menghormati satu sama lain sehingga tercipta situasi yang damai.

Setelah jar, penanda kalimat isim yang kedua adalah tanwin. Tanwin adalah Masdar dari lafadz nawwana yang artinya memberi nun secara bunyinya bukan tulisannya. Dalam tanda baca biasanya ditulis dengan harakat dobel. Menurut Sekjend ini menggambarkan bahwa seorang ASN harus bisa bersinergi dengan semua pihak dalam pekerjaan apapun.

Adapun penanda kalimat isim yang ketiga adalah nida’ yang menandai satu kata sebagai kata panggil. Ini bisa berarti seorang ASN harus selalu terpanggil dalam setiap menghadapi realitas tertentu. Dalam hal ini bisa dimulai dari naluri menemukan masalah dan dinamika di satuan kerja masing-masing serta menemukan jalan keluar atau masalah. Menurut Sekjend, sebagai instansi vertical dengan seribu lebih satuan kerja, maka pihak Kementerian Agama terlalu jauh untuk terlibat langsung dalam setiap penyelesaian masalah di masing-masing satuan kerja. Maka dari itu setiap ASN di daerah harus siap untuk menemukan solusi dari masalah-masalah yang ada. Khusus untuk seorang pimpinan, harus siap hadir menjadi pemimpin yang mencerahkan. Menemukan dan menerapkan solusi atas masalah serta tidak sekedar memandatkan kepada kolega dan bawahan.

Penanda kalimat isim yang keempat adalah al atau alif dan lam di awal sebuah kalimat. Fungsi al adalah memakrifatkan. Belajar dari al seorang ASN berarti harus mampun untuk memakrifatkan atau dengan kata lain mencerahkan di setiap tempat dan keadaan, terutama bagi para bawahan.

Adapun penanda kalimat isim yang kelima atau terakhir adalah musnad. Artinya yang disandar atau menurut istilah yang dihukumi dengan suatu hukum. Menurut Sekjend seorang ASN yang bisa belajar dari sifat musnad maka akan memahami bahwa di setiap tempat atau kondisi selalu ada hukum yang harus menjadi sandaran. Oleh karena itu seorang ASN harus bisa menempatkan diri dalam setiap tempat atau kondisi tersebut atau dalam kata lain harus bisa menyesuaikan diri dalam setiap keadaan secara proporsional.

Di akhir ceramahnya, Sekjend tak lupa mewanti-wanti segenap ASN Kemenag untuk menjaga komitmen dan professionalisme dalam menjalankan tugasnya. Setelah ceramah dari Sekjend selesai, acara kemudian dilanjutkan dengan pemberangkatan secara simbolik peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) IAIN Tulungagung dan rangkaian acara diakhiri dengan ramah tamah. (humas/sin)

Skip to content