UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung Gelar Seminar Kebangsaan Hari Santri 2024

Kontributor:

UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung Gelar Seminar Kebangsaan Hari Santri 2024 scaled

Universitas Islam Negeri (UIN) Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung menggelar Seminar Kebangsaan Hari Santri 2024 di Aula lantai 6 Gedung Arief Mustaqim UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung pada Rabu (23/10/2024).

Dalam sambutannya, Rektor UIN SATU Tulungagung Prof. Dr. H. Abd. Aziz, M.Pd.I. menyampaikan, istilah santri sekarang ini mengalami pergeseran, terutama setelah perkembangan dan perubahan zaman menjadi digital.

“Dulu istilah santri ada santri mukim, santri kalong yang datang pergi, ada juga santri kilat. Tapi seiring dengan perkembangan zaman, santri tidak hanya 3 jenis itu. Tapi ada namanya santri milenial. Ada juga santri digital, dan santri online sejak covid,” jelasnya.

Dari beberapa jenis itu, Prof Aziz mengimbau untuk berhati-hati. Karena menurutnya, santri yang hanya ikut di media sosial adalah santri kognitif. Artinya, ia tidak bisa mengamati perilaku kiainya selama 24 jam.

“Misalnya mengambil satu pokok ayat yang disampaikan, kemudian mengambil tafsir jalan lain menurut dirinya sendiri. Oleh karena itu, marilah memilih media yang tepat agar tidak meninggalkan akhlak-akhlak kiai. Semoga seminar ini memunculkan hal-hal yang luar biasa,” tandasnya.

Wakil Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, Prof. Dr. KH. Ali Maschan Moessa, M.Si. yang menjadi narasumber dalam acara itu menceritakan tentang sejarah resolusi jihad sebagai momen terciptanya hari santri.

“Jadi, dulu Mbah Hasyim itu mengeluarkan fatwa bahwa melawan penjajah hukumnya adalah fardhu ‘ain bagi umat Islam dalam radius 94 kilometer dari lokasi musuh. Sehingga semua orang tergerak semangatnya dan berkumpul di Jombang dan Mojokerto untuk berperang di Surabaya,” terangnya.

Sementara itu, Guru Besar Filsafat UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag. menegaskan, seorang santri harus belajar ilmu duniawiyah, tidak hanya ilmu agama.

“Seorang muslim bisa memilih salah satu ilmu duniawiyah, mau ilmu fisika, kimia, matematika ataupun ilmu antariksa. Imam Ghazali saja, pendidikan tingkat S1 mengambil ilmu matematika,” katanya.

Baginya, peran seorang santri tidak hanya melulu dalam bidang agama, tapi semua unsur kehidupan. Hal ini sudah dicontohkan dari banyak hal, misal alumni UIN yang berkiprah di luar dari prodinya.

Ia berharap, mahasiswa milenial, terutama mahasiswa UIN harus belajar lebih serius. Belajar dengan kitab, bukan dengan tiktok. Maka tradisi membaca kitab secara langsung harus tetap dilestarikan.

“Semoga teman-teman semua belajar ilmu agama dengan baik, belajar ilmu keprodiannya dengan baik. Terus menerus melakukan sesuatu. Jangan khawatir nanti jadi apa,” pungkasnya.

Editor: Ulil Abshor
Photographer: Muhlasin
Skip to content