Kegalauan Studi Hukum Islam

Kontributor:

Studi Hukum Islam, sebagai bagian dari Islamic studies merupakan bagian dari kegiatan akademik yang patut difikirkan oleh semua pengkaji ilmu pengetahuan, baik yang berkonsentrasi  dalam bidang ilmu-ilmu sosial maupun ilmu-ilmu alam (natural sciences). Mengingat dinamika kajian ilmu-ilmu keIslaman akhir-akhir ini yang boleh di bilang tidak dapat memenuhi permintaan pangsa pasar pada era sekarang ini. Ini dapat dibuktikan dengan respon para tamatan-tamatan dari tingkat smu-sma, baik pada tahun sekarang ini maupun tahun-tahun yang kemarin. Sedikit dari mereka menaruh perhatian untuk terhadap program studi-program studi yang di tawarkan oleh berbagai perguruan tinggi keIslaman (PTAI) baik lembaga negeri ataupun swasta. Tak terkecuali program studi berbasis Hukum Islam, misalnya Hukum keluarga Islam(HK), Hukum Ekonomi Syari’ah (HES), Zakat dan Wakaf (Zawa), Perbandingan Madhhab (PM), Siyasah Jinayah (hukum tata Negara).

 Kajian Hukum Islam yang menitik beratkan pada prodi-prodi ini, baik di STAIN, IAIN, UIN selalu menempati rangking dari bawah dalam hal respon peserta didik barunya. Ini bisa dibuktikan dengan tingkat perbandingan mahasiswa baru

yang ada dilembaga-lembaga PTAI di atas. Taruhlah kalau di jurusan ekonomi Syari’ah atau Pendidikan selalu mendapatkan mahasiswa yang relative banyak, sementara di fakulktas Syari’ah atau Usuludin selalu mendapat mahasiswa tidak lebih dari satu atau paling banyak dua kelas. Hal ini patut mendapat perhatian serius bagi pengelola-pengelola program studi  semacam ini. Apakah minimnya respon tersebut disebabkan karena ilmu yang ditawarkan sudah tidak relevan lagi dengan dunia kerja?, atau mungkin memang itu sudah menjadi  gejala semua prodi keIslaman secara keseluruhan? Atau memang semangat loyalitas religious masyarakat kita yang sudah menurun, disebabkan karena desakan materialism dan kapitalisme dalam berbagai bidang  kehidupan kita?. Semuanya serba mungkin menjadi penyebab rendahnya respon peminat studi Hukum Islam. Kalau masalah miskin peminat studi hukum Islam ini tidak segera dicarikan jalan keluarnya, dikhawatirkan lambat laun akan semakin sedikit orang yang mengkaji hukum Islam secara akademik. Ini akan menyebabkan keterputusan generasi dalam menyampaikan ilmu-ilmu hukum Islam yang berakibat pada keringnya pengamalan Hukum Islam di masyarakat Muslim.

 Menurut penulis, sekarang ini usaha untuk menyelesaikan masalah di atas salah satunya adalah dengan merekatkan kembali ilmu-ilmu KeIslaman, khususnya hukum Islam dengan masyarakat Muslim. Artinya dilakukan upaya-upaya agar masyarakat Muslim tumbuh sikap cinta atau menyukai kajian hukum Islam. Hal ini pernah terjadi pada masa-masa awal kemerdekaan Indonesia. Ketika itu hukum Islam atau fiqih menjadi ilmu idola bagi seorang  muslim dalam mendalami Islam. Sampai pada tingkat tertentu Ilmu fiqih menjadi ajaran Islam itu sendiri. Orang dianggap mendalam dalam memahami Islam ketika dia menguasai fiqih. Sehingga  seorang faqih (ahli hukum Islam) disebut sebagai orang yang alim. Meskipun sikap menfiqihkan Islam semacam ini seolah mereduksi ajaran Islam secara umum, tetapi secara umum dapat menumbuhkan kecintaan seorang muslim terhadap hukum Islam. Akhirnya dengan usaha semacam ini diharapkan terjadi Revitalisasi fiqih dan ilmu-ilmu ke-Islaman dalam menciptakan loyalitas religious yang mapan.

Ketika terjadi intensitas kajian hukum Islam di tengah-tengah masyarakat, maka dinamika perkembangan hukum Islam akan semakin pesat. Pusat-pusat kajian hukum Islam bertebaran di mana-mana, baik dilakukan oleh individu atau kelompok. Semakin dinamis sebuah ilmu dikaji, akan semakin cepat terjadinya aktualisasi hukum Islam. Karena penelitian-penelitian terhadap hukum Islam akan sering dilakukan dalam memediasi antara idealisme konsep dan teori dengan realitas masyarakat, yang kadangkala terjadi kesenjangan. Memang penelitian hukum Islam terus berlanjut seiring problematika masyarakat muslim. Semakin modern struktur masyarakat muslim akan semakin banyak dan komplek juga masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Problematika masyarakat ini harus di jawab dengan research (penelitian) untuk menemukan hal-hal baru merespon problematika yang terjadi. Maka dari itu upaya Mendinamisir penelitian hukum Islam  wujud aktualisasi Hukum Islam adalah sebuah keniscayaan.

 Upaya revitalisasi Hukum Islam di tengah-tengah masyarakat dan  dinamisasi penelitian dalam bidang hukum Islam akan dapat mensinergikan beberapa komponen yang terlibat dalam institusionalisasi hukum Islam. Di antaranya perguruan tinggi  sebagai  elemen fabrikasi teori, masyarakat  sebagai wadah aktualisasi, juga lembaga terkait dengan hukum Islam. Misalnya lembaga advokat, peradilan, kementrian Agama, organisasi social kemasyarakatan. Semuanya bersatu menguatkan network nya dalam mengembangkan hukum Islam.  Dengan demikian Islam sebagai sebuah sistem keagamaan dan sosial akan tetap eksis dalam menjalankan fungsinya sebagai kekuatan yang diperhitungkan dalam menggerakkan dan merubah masyarakatnya (law enforcemen).

Pemikiran di atas adalah ungkapan seorang pelaku dalam bidang kehidupan agama yang merasa prihatin dengan kecenderungan para generasi kekinian yang dari hari kehari semakin jauh dengan ajaran keagamaan yang selama ini diyakininya. Ini terbukti dengan keterputusan sejarah dalam kajian hukum Islam yang dilakukan oleh para praktisi hukum Islam itu sendiri. Mereka-mereka yang selama ini dianggap tahu tentang Islam dan hukum Islam sudah tidak mampu lagi untuk mewariskan dan melakukan regenerasi dalam kajian keIslaman. Misalnya anak-anak mereka lebih banyak di sekolahkan di lembaga-lembaga yang nota bene tidak mendalami hukum Islam. Akhirnya keterputusan kajian KeIslaman melanda di mana mana, baik di lembaga kampus yang dalam hal ini di lingkungan perguruan Tinggi Agama (PTAI), di pondok pesantren, dan dalam masyarakat Muslim secara umum.   

Untuk itu Tulisan ini sebagai sarana menggugah semangat para pemerhati atau praktisi hukum Islam supaya tidak lupa untuk melakukan regenerasi kajian Hukum Islam. Supaya konsistensi (keistiqomahan) para pengabdi hokum islam tetap terjaga seiring dengan kompleksitas tantangannya dalam mempertahankan hukum Islam di tengah-tengah masyarakat sekarang ini. Karena sebenarnya yang terjadi bukan masyarakat yang meninggalkan hukum Islam, tetapi mungkin kita sebagai pelaku atau praktisi tidak dapat mengantisipasinya, sehingga yang terjadi seolah-olah masyarakat ini telah meninggalkannya atau tidak membutuhkannya hukum Islam. Padahal tidak demikian. Masalahnya sekarang mau atau tidak kita sebagai praktisi hukum Islam tetap konsisten dengan disiplin ilmu kita, pekerjaan kita, pengalaman kita, dan jaringan kita. Kalau konsistensi itu tetap terjaga maka kebangkitan kajian hukum Islam akan bisa terulang kembali di masa-masa yang akan datang seperti zaman-zaman keemasan Islam beberapa abad yang lalu. Amiin.

Skip to content